TAHUN 2024 : THE YEAR TO ARISE AND SHINE

TAHUN UNTUK BANGKIT, JADI TERANGLAH

Yesaya 60 : 1 :

Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu.

Memasuki tahun 2024, Pencurahan Roh Kudus Pentakosta Ketiga akan semakin dahsyat. Di tengah-tengah keadaan dunia yang semakin gelap dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa kita harus bangkit dan menjadi terang. Sama seperti bangsa Israel telah menerima terang Tuhan dan memiliki Tugas untuk menjadi terang, demikian juga Gereja yang mengalami perjumpaan dengan terang Tuhan yaitu Yesus Kristus memiliki tugas untuk menjadi terang dunia agar semua orang “EVERYONE” datang kepada terang Tuhan. Sebagai contoh Saulus (Penganiaya Jemaat) yang berjumpa dengan Terang berubah menjadi Paulus (Pemenang Jiwa)


Apa artinya Menjadi Terang :

  1. Menjadi Terang artinya Mengikut Kristus yang adalah Terang Dunia
  2. Menjadi Terang artinya menjadi Serupa dengan Kristus dan menghasilkan perbuatan baik
  3. Menjadi Terang artinya hidup dalam Kasih
  4. Menjadi Terang artinya hidup berjaga-jaga
  5. Menjadi Terang artinya hidup bijaksana dan berintegritas
  6. Menjadi Terang artinya hidup dipenuhi dengan pengetahuan tentang kemuliaan Allah
  7. Menjadi Terang artinya hidup benar dan adil

Imamat 6 : 12 – 13 :

Api yang di atas mezbah itu harus dijaga supaya terus menyala, jangan dibiarkan padam. Tiap-tiap pagi imam harus menaruh kayu di atas mezbah, mengatur korban bakaran di atasnya dan membakar segala lemak korban keselamatan di sana. Harus dijaga supaya api tetap menyala di atas mezbah, janganlah dibiarkan padam.

Untuk Menjadi Terang kita harus menjadi seperti yang disebutkan dalam Imamat 6 : 13 yaitu api di atas mezbah harus dijaga tetap menyala, jangan sampai padam. Api harus dijaga tetap menyala siang dan malam. Bagian Tuhan memberi api, bagian kita menjaga agar api itu tetap menyala. Kita harus menjadi terang siang dan malam.


Ada 3 jenis Api :

  1. Api Doa Pujian Penyembahan : Api harus tetap menyala siang dan malam. Ini melambangkan penyembahan di Pondok Daud yang sebenarnya menggambarkan pola penyembahan di Surga. Kita yang nanti akan masuk Surga harus melatih diri mulai sekarang untuk melakukan penyembahan Surgawai.
  2. Api Roh Kudus : Dalam 1Tes 5:19 “Janganlah Padamkan Roh”. Api Roh Kudus sangat kita butuhkan supaya roh kita terus menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan melakukan kehendakNya. “Janganlah Kerajinanmu kendor biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.”
  3. Api Kasih : Kasih antara mempelai laki-laki dan perempuan dalam Kidung Agung 8:6-7 digambarkan seperti api, bahkan seperti nyala api Tuhan. Api Kasih kepada Tuhan harus dijaga agar selalu dalam kondisi mengalami api kasih mula-mula.

SEKRETARIAT

Jl. Veteran No. 8A Malang- Belakang TransMart
(Ex Royal ATK)

Phone

(0341) 327000

EMail

gbi.suropati.malang @gmail.com

Facebook

gbisuropati

Instagram

@gbisuropati

Youtube

GBI Suropati Malang

Whatsapp Center

0813.8226.8000

Youtube

Suropati Worship

TikTok

@gbisuropati

Profile Renungan_10 September 23.jpg

RENUNGAN KHUSUS

 

YESUS MEMBAWA PEMBAHARUAN

TERHADAP BUDAYA

 

Kebudayaan merupakan bagian dari sistem nilai dalam suatu kehidupan bersosial. Peradaban sekelompok masyarakat dapat tercermin dengan bagaimana mereka mengekspresikan budaya yang mereka anut. Bahkan tidak sedikit paradigma dan cara berpikir seseorang, terbentuk dari budaya yang ada. Menyangkut hal ini, sebagai Insan Pentakosta terkadang kita mendapat label terlalu modern dan cenderung meninggalkan kebudayaan kita, terutama dalam hal beribadah.

 

Kalangan Pentakosta yang terbentuk dalam lingkungan multi etnis, menjadikan gaya ibadah dan hidup mereka lebih universal dan kurang spesifik kepada suatu budaya atau suku tertentu.1 Bahkan terdapat beberapa dari jemaat beraliran Pentakosta dan Karismatik yang menghindari acara-acara kebudayaan, karena dianggap mengganggu kerohanian atau takut jatuh dalam okultisme, seperti takhayul.

 

Lantas bagaimana kita sebagai orang Kristen harus menyikapi budaya dalam kehidupan kita? Bagaimana Yesus menunjukkan sikap-Nya terhadap kebudayaan yang ada pada saat itu? Melalui artikel ini, kita akan belajar setidaknya tiga hal yang Yesus ajarkan tentang hidup berbudaya.

 

TELADAN YESUS DALAM MENYIKAPI KEBUDAYAAN

Teladan yang perlu kita contoh dalam menyikapi kebudayaan adalah Tuhan Yesus. Beberapa hal yang dapat kita teladani dari cara Yesus menyikapi budaya adalah sebagai berikut:

 

1. Yesus Tidak Anti Budaya

     Yesus dilahirkan ke dunia sebagai orang Yahudi dan dibesarkan dengan didikan Yahudi. Misalnya, ketika Yesus berumur 12 tahun Yesus pergi ke bait Allah sebagai salah satu ketaatan akan firman Tuhan. (Lukas 2:42-43)

 

     Ia melakukan hal tersebut sebagai bagian dari melaksanakan kebudayaan Yahudi sebagai “son of the law”, yaitu kebiasaan orang Yahudi, di mana laki-laki yang telah berusia 12-13 tahun memiliki kewajiban untuk mengikuti kelas-kelas kerohanian di Sinagoga pada hari Sabat.

 

     Ia membaca firman Tuhan dengan posisi berdiri, dan tidak duduk, seperti kebudayaan Yahudi saat membacakan nats firman Tuhan. (Lukas 4:16)

 

     Sikap ini menunjukkan bahwa sebagai murid Yesus, kita tidak perlu menghindari suatu kebudayaan di mana kita dilahirkan atau ditempatkan. Di dalam budaya tersebut terdapat nilai-nilai yang bisa membangun karakter seseorang; sopan santun, dan bersikap di dalam masyarakat. Justru orang yang tidak berbudaya, dapat dianggap aneh dan sulit untuk diterima dalam suatu komunitas.

 

2. Tuhan Yesus Menggunakan Budaya Dalam Menyampaikan Firman Tuhan

     Ketika Ia mengajarkan perumpamaan, Yesus pun memanfaatkan latar kebudayaan Yahudi. Sebagai contoh, Yesus menggunakan konsep pernikahan Yahudi, ketika Ia mengemukakan perumpamaan tentang lima gadis bijak dan lima gadis bodoh, untuk mengajarkan suatu sikap berjaga-jaga, menanti kedatangan Tuhan.2

 

Menjadi pribadi yang mengerti budaya seperti itu, memudahkan Yesus untuk menyampaikan Kabar Baik kepada orang-orang Yahudi, dan menyatakan kehendak Allah atas para pendengar, dengan lebih relevan.

 

     Hal ini serupa dengan yang diajarkan Rasul Paulus, bahwa ketika ia bersama dengan orang Yahudi, ia bersikap seperti orang Yahudi, di hadapan orang non-Yahudi, ia bersikap atau berbudaya seperti orang bukan Yahudi, sehingga Rasul Paulus diterima dalam misinya mengabarkan Injil. (1 Korintus 9:19-23)

 

     Sikap yang adaptif ini serupa dengan kisah seorang jemaat di GBI Taiwan yang menghindari menusukkan sumpit di atas nasi yang ditaruh di dalam mangkuk ketika makan bersama, karena hal ini dianggap tidak sopan oleh warga setempat, sebab menyerupai hio di tempat sembahyang orang meninggal.

 

     Sekalipun, jemaat ini tidak mengimani hal tersebut sebagai sesuatu yang mendatangkan kesialan, tetapi dengan menjaga sikap sesuai budaya, akan memudahkan orang tersebut diterima oleh komunitasnya, dan leluasa dalam mengabarkan Injil kepada mereka, alih-alih dianggap sebagai orang yang tidak tahu adat.

 

     Hal serupa sering terjadi juga di kalangan orang Kristen ketika akan merayakan Imlek. Tidak jarang grup keluarga di sosial media diisi perdebatan tentang pro-kontra dalam cara merayakannya, ditinjau dari sisi Kristen dan kebudayaan.

 

     Contoh ini menunjukkan kepada kita, betapa sebagai orang Kristen, kita perlu mempelajari, mengerti, dan menghargai budaya yang ada, tanpa mengorbankan iman percaya kita. Dengan mengikuti proses tersebut, maka iman kita tetap dapat dipraktikkan dengan benar, tetapi sekaligus ramah terhadap budaya yang dianut komunitas kita.

 

3. Yesus Menjadikan Firman Tuhan sebagai Landasan Budaya dan Tradisi

     Selain memanfaatkan budaya, Yesus memperbarui budaya yang ada, agar sesuai dengan kehendak Allah. Yesus mengkritisi tradisi-tradisi yang disalahgunakan untuk mencari keuntungan bagi golongan tertentu. Misalnya, sistem penukaran uang di Bait Allah (Matius 21:12) dan konsep adat-istiadat tentang persembahan kepada Allah pada saat itu, yang mengesampingkan sikap hormat kepada orang tua. (Matius 5-6)

 

Yesus menegur orang Farisi dan ahli Taurat yang mengabaikan perintah Allah dengan mengajarkan adat istiadat buatan manusia, oleh karena kemunafikan mereka. Yesus menekankan bahwa motivasi dalam menjalankan suatu tradisi haruslah untuk memuliakan Tuhan dan bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini bukan berarti Yesus meniadakan hukum Taurat (Matius 5:17) atau suatu budaya, tetapi Yesus ingin memposisikan budaya itu dengan mendasarkannya pada kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia.  (Matius 22:37-39)

 

Ketika orang hendak melakukan atau menghindari suatu praktik berbudaya, maka perlu menakarnya dengan kedua hukum kasih tersebut. Melakukan kegiatan yang bercorakkan budaya tertentu perlu tetap selaras dengan firman Tuhan, dan sebaliknya ketika menghindari suatu ritual budaya, kita perlu mempertimbangkan cara dan penyampaiannya, agar tidak menyinggung mereka yang belum percaya, sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi mereka, dalam pekabaran Injil di kemudian hari.

 

Melalui uraian di atas, maka kita mengerti bahwa sebagai Insan Pentakosta, kita diajak untuk tidak anti terhadap kebudayaan yang ada, tetapi justru menjadi agen pembaharu dari budaya tersebut. Kita dapat mengarahkan segala praktik kebudayaan kita, untuk memuliakan Tuhan, dan menjangkau jiwa-jiwa. Mari bangkit untuk menjadi pemenang dengan menerangi budaya yang dianut oleh komunitas kita. Tuhan Yesus memberkati, maranatha. Amin


BCA 440 503 7000

Rek. Syukur & Persepuluhan
An. GBI Suropati

BCA 440 3333 070

Rek. DIAKONIA & Misi
An. GBI Suropati

BCA 440 7777 033

Rek. Pembangunan
An. GBI Suropati

BCA 440.872.0000

Rek. NATAL
An. Afen Hardiyanto / Melinda E.